Di setiap hembusan angin yang berdesir, aku memandangmu perlahan menjauh, seperti bintang yang memudar di balik kabut malam. Segala kenangan yang pernah hidup di antara kita kini tak lagi bersuara, hanya menjadi gema samar yang terpantul di dinding sunyi. Aku bertanya-tanya, kapan sebenarnya waktu mulai mengambilmu dari semesta kecil dalam dadaku?
Aku melihatmu memudar
Dari seluruh jagat raya dalam tubuhku
Kini angin menguliti
Senduanmu yang terpaku pada ingatan.
Resapilah bersama sepi
Sedang waktu menguburku diam-diam
Kini sudah tak berbisik, sebising-bisingnya
Semua maafmu yang sama ; semu.
Dan lagi, aku tak akan mengambil
Detikmu yang menua ditelan jelaga
Tapi tentang segenggam nafasku, tak apa
Biar ia menyelimuti dari bengis takdirmu.
Kurasa cukup, tak lagi untuk kita
Sesakmu tak bersuara
Lihat kini, di antara dua matamu
Kau melihatku pudar.
Oleh: Noil Oshka
Dan kini, saat segalanya hanya tersisa bayang yang menua di balik kelopak ingatan, aku memilih mengikhlaskan. Bukan karena luka telah pergi, tapi karena aku tahu, takdir yang bengis ini lebih besar dari apa pun yang mampu kita tahan.
Baca Juga:
– Puisi Modern “Rencana Tanpa Nama”
– Prosa Puitis “Aku Ikhlas”
Kau akan terus memudar, meninggalkan aku di tengah waktu yang terus berjalan, hingga akhirnya aku pun menjadi samar, seperti dirimu di mataku saat ini.
Karya kamu mau di post juga?
Klik disini Untuk hubungi Admin ya!
Find me :
- Facebook: ddandrn
- Instagram: ddandrn
- Twitter: ddandrn
- Youtube: ddandrn
- Channel Telegram: Prosa Indonesia
No Comments